Perkembangan Demokrasi Liberal di Indonesia

Hallo, Selamat Datang di Pendidikanmu.com, sebuah web tentang seputar pendidikan secara lengkap dan akurat. Saat ini admin pendidikanmu mau berbincang-bincang berhubungan dengan materi Demokrasi Liberal? Admin pendidikanmu akan berbincang-bincang secara detail materi ini, antara lain:

Cara-Mengatasi-Masalah-Ekonomi-Masa-Liberal

Pengertian Demokrasi Liberal

Kata Demokrasi berasal dari Yunani, yakni demos, yang berarti rakyat, dan kratos, yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi demokrasi merupakan rakyat yang berkuasa.

Setelah Perang Dunia ke-II, secara formal demokrasi adalah dasar dari banyak sekali negara di dunia. Di antara semakin tidak sedikit aliran pemikiran yang menamakan dirinya sebagai demokrasi, terdapat dua aliran penting, yakni demokrasi konstitusional dan kumpulan yang mengatasnamakan dirinya “demokrasi” tetapi pada dasarnya menyandarkan dirinya pada komunisme.

Demokrasi yang dianut di Indonesia, yakni demokrasi menurut Pancasila, masih dalam taraf perkembangan. Dan tentang sifat dan cirinya masih terdapat beragam tafsiran serta pandangan. Pada perkembangannya, sebelum menurut pada demokrasi pancasila, Indonesia merasakan tiga periodeisasi penerapan demokrasi, yaitu:

  1. Demokrasi Liberal ( 1950-1959 )
  2. Demokrasi Terpimpin ( 1959-1966 )
  3. Demokrasi Pancasila ( 1966-sekarang)

Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusionnal) ialah sistem politik yang menganut kemerdekaan individu. Secara konstitusional hak-hak pribadi dari dominasi pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan beberapa besar (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada mayoritas bidang-bidang kepandaian pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan supaya keputusan pemerintah tidak melanggar kebebasan dan hak-hak pribadi seperti tertera dalam konstitusi.

Demokrasi liberal kesatu kali diajukan pada Abad Pencerahan oleh penggagas teori kontrak sosial laksana Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah demokrasi liberal berbeda dengan komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman kini demokrasi konstitusional lazimnya dibanding-bandingkan dengan demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi.

Demokrasi liberal digunakan untuk menyatakan sistem politik dan demokrasi barat di Amerika Serikat, Britania Raya, Kanada. Konstitusi yang digunakan dapat berupa republik (Amerika Serikat, India, Perancis) atau monarki konstitusional (Britania Raya, Spanyol).

Demokrasi liberal digunakan oleh negara yang menganut sistem presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem Westminster: Britania Raya dan Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem semipresidensial (Perancis).


Sejarah Demokrasi Liberal di Indonesia

Pelaksanaan demokrasi liberal cocok dengan konstitusi yang berlaku ketika itu, yaitu Undang Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini bahkan telah dirintis semenjak dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal 3 November 1945, tetapi lantas terbukti bahwa demokrasi liberal atau parlementer yang meniru sistem Eropa Barat tidak cukup sesuai diterapkan di Indonesia. Tahun 1950 hingga 1959 adalahmasa berkiprahnya parta-partai politik. Dua partai terkuat pada masa tersebut (PNI & Masyumi) silih berganti memimpin kabinet. Sering bergantinya kabinet sering memunculkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan.


1. Kabinet Masa Demokrasi liberal

Terdiri atas:


  • Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)

Merupakan kabinet koalisi yang di pimpim oleh partai Masyumi, dipimpin oleh Muhammad Natsir.

Program:

  • Menggiatkan usaha ketenteraman dan ketentraman.
  • Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan rangkaian pemerintahan.
  • Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
  • Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
  • Memperjuangkan solusi masalah Irian Barat.

Hasil:

Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda kesatu kalinya tentang masalah Irian Barat.

Masalah yang dihadapi:

  • Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda merasakan jalan buntu (kegagalan).
  • Timbul masalah keamanan domestik yaitu terjadi pemberontakan nyaris di semua wilayah Indonesia, laksana Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.

Berakhirnya dominasi kabinet:

Adanya mosi tidak percaya dari PNI mencantol pencabutan Peraturan Pemerintah tentang DPRD dan DPRDS. PNI memandang ketentuan pemerintah No. 39 th 1950 tentang DPRD terlampau menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut diamini parlemen sampai-sampai Natsir mesti membalikkan mandatnya untuk Presiden.


  • Kabinet Sukiman (27 April 1951-03 April 1952)

Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI. Dipimpin Oleh Sukiman Wiryosanjoyo.

Program :

  • Menjamin ketenteraman dan ketentraman.
  • Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria supaya sesuai dengan kepentingan petani.
  • Mempercepat persiapan pemilihan umum.
  • Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam distrik RI secepatnya.

Hasil :

Tidak terlampau berarti karena programnya melanjtkan program Natsir melulu saja terjadi evolusi skala prioritas dalam pengamalan programnya, seperti tadinya program Menggiatkan usaha ketenteraman dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan guna menjamin ketenteraman dan ketentraman.

Masalah yang dihadapi :

  • Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian pertolongan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika untuk Indonesia menurut ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA ada pembatasan kemerdekaan politik luar negeri RI sebab RI diharuskan memperhatiakan kepentingan Amerika.
  • Adanya krisis moral yang ditandai dengan timbulnya korupsi yang terjadi pada masing-masing lembaga pemerintahan dan hobi akan dagangan mewah.
  • Masalah Irian barat belum pun teratasi.
  • Hubungan Sukiman dengan militer tidak cukup baik terlihat dengan tidak cukup tegasnya perbuatan pemerintah menghadapi penentangan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.

Berakhirnya dominasi kabinet :

Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas perbuatan Sukiman sampai-sampai mereka unik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR kesudahannya menggugat Sukiman dan darurat Sukiman mesti membalikkan mandatnya untuk presiden.


  • Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)

Kabinet ini adalah zaken kabinet yakni kabinet yang terdiri dari semua pakar yang berpengalaman dalam bidangnya, di pimpin oleh Mr. Wilopo.

Program :

  • Program domestik : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD), menambah kemakmuran rakyat, menambah pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
  • Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.

Hasil :

  • Adanya situasi krisis ekonomi yang diakibatkan karena jatuhnya harga dagangan eksport Indonesia sementara keperluan impor terus meningkat.
  • Terjadi defisit kas negara sebab penerimaan negara yang berkurang tidak sedikit terlebih sesudah terjadi penurunana hasil panen sampai-sampai membutuhkan ongkos besar guna mengimport beras.
  • Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang menakut-nakuti keutuhan bangsa. Semua itu diakibatkan karena rasa ketidakpuasan dampak alokasi dana dari pusat ke wilayah yang tidak seimbang.
  • Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menanam TNI sebagai perangkat sipil sehingga hadir sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab di anggap akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan timbulnya masalah intern dalam TNI sendiri yang bersangkutan dengan kepandaian KSAD A.H Nasution yang dilawan oleh Kolonel Bambang Supeno sampai-sampai ia mengirim petisi tentang penggantian KSAD untuk menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga memunculkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kepandaian Kolonel Gatot Subroto dalam mencairkan keamanana di Sulawesi Selatan.
  • Keadaan ini mengakibatkan muncul demonstrasi di sekian banyak daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara tersebut TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan supaya parlemen dibubarkan. Tetapi saran itu ditolak. Muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diselenggarakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam kepandaian KSAD.Inti peristiwa ini ialah gerakan sebanyak perwira angkatan darat guna mengurangi Sukarno supaya membubarkan kabinet.
  • Munculnya peristiwa Tanjung Morawa tentang persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah memperbolehkan pengusaha asing guna kembali ke Indonesia dan mempunyai tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang sudah ditinggalkan pemiliknya sekitar masa Jepang telah dikerjakan oleh semua petani di Sumatera Utara dan dirasakan miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengenyahkan para petani binal Indonesia yang dirasakan telah menggarap tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak inginkan pergi karena telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi perselisihan senjata dan sejumlah petani terbunuh.
  • Intinya peristiwa Tanjung Morawa adalahperistiwa perselisihan antara aparat kepolisian dengan semua petani binal mengenai permasalahan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).

Berakhirnya dominasi kabinet :

Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo mesti membalikkan mandatnya pada presiden.


  • Kabinet Alisastroamijoyo i (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)

Kabinet ini adalah koalisi antara PNI dan NU, Dipimpin Oleh Mr. Ali Sastroamijoyo.

Program :

  • Meningkatkan ketenteraman dan kemakmuran serta segera mengadakan Pemilu.
  • Pembebasan Irian Barat secepatnya.
  • Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan pulang persetujuan KMB.
  • Penyelesaian Pertikaian politik.

Hasil :

  • Persiapan Pemilihan Umum guna memilih anggota parlemen yang akan diadakan pada 29 September 1955.
  • Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.

Masalah yang di hadapi :

  1. Menghadapi masalah ketenteraman di wilayah yang belum pun dapat terselesaikan, laksana DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
  2. Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 sebuah peristiwa yang mengindikasikan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang adalahkelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengemukakan permohonan berhenti dan diamini oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo namun panglima AD menampik pemimpin baru tersebut sebab proses pengangkatannya dirasakan tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan saat terjadi upacara pengangkatan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang muncul meskipun mereka sedang di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak mengerjakan serah terima dengan KSAD baru.
  3. Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan fenomena membahayakan.
  4. Memudarnya keyakinan rakyat terhadap pemerintah.
  5. Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU menyimpulkan untuk unik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang dibuntuti oleh partai lainnya.

Berakhirnya dominasi kabinet :

NU menarik sokongan dan menterinya dari kabinet sampai-sampai keretakan dalam kabinetnya berikut yang memaksa Ali mesti membalikkan mandatnya pada presiden.


  • Kabinet Burhanuddin Haeahap (12 Agustus 1955- 03 Maret 1956)

Dipimpin Oleh : Burhanuddin Harahap.

Program :

  • Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yakni mengembalikan keyakinan Angkatan Darat dan masyarakat untuk pemerintah.
  • Melaksanakan pemilihan umum menurut keterangan dari rencana yang sudah diputuskan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
  • Masalah desentralisasi, inflasi, pemusnahan korupsi
  • Perjuangan pengembalian Irian Barat
  • Politik Kerjasama Asia-Afrika menurut politik luar negeri bebas aktif.

Hasil :

  1. Penyelenggaraan pemilu kesatu yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang meregistrasi tetapi melulu 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang mendapat suara terbanyak, yakni PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
  2. Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
  3. Pemberantasan korupsi dengan menciduk para pejabat tinggi yang dilaksanakan oleh polisi militer.
  4. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
  5. Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengusung Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.

Berakhirnya dominasi kabinet :

Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dirasakan selesai. Pemilu tidak menghasilkan sokongan yang lumayan terhadap kabinet sampai-sampai kabinetpun jatuh. Akan disusun kabinet baru yang mesti bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.


  • Kabinet Alisastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 04 Maret 1957)

Kabinet ini adalah hasil koalisi 3 partai yakni PNI, Masyumi, dan NU, Dipimpin Oleh Ali Sastroamijoyo.

Program :

Program kabinet ini dinamakan Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut.

  • Perjuangan pengembalian Irian Barat
  • Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
  • Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
  • Menyehatkan perimbangan finansial negara.
  • Mewujudkan evolusi ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional menurut kepentingan rakyat.

Selain tersebut program pokoknya ialah :

  • Pembatalan KMB,
  • Pemulihan ketenteraman dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif,
  • Melaksanakan keputusan KAA.

Hasil :

Mendapat sokongan penuh dari presiden dan dirasakan sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya ialah Pembatalan semua perjanjian KMB

Masalah yang dihadapi :

  1. Berkobarnya motivasi anti Cina di masyarakat.
  2. Muncul pergolakan/kekacauan di wilayah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer laksana Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
  3. Memuncaknya krisis di sekian banyak daerah sebab pemerintah pusat dirasakan mengabaikan pembangunan di daerahnya.
  4. Pembatalan KMB oleh presiden memunculkan masalah baru terutama mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang memasarkan perusahaannya pada orang Cina sebab memang merekalah yang powerful ekonominya. Muncullah ketentuan yang dapat mengayomi pengusaha nasional.
  5. Timbulnya friksi antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki supaya Ali Sastroamijoyo memberikan mandatnya cocok tuntutan daerah, sementara PNI berasumsi bahwa membalikkan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.

Berakhirnya dominasi kabinet :

Mundurnya sebanyak menteri dari Masyumi menciptakan kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan memberikan mandatnya pada presiden.


  • Kabinet Djuanda (09 April 1957 – 05 Juli 1959)

Kabinet ini adalah zaken kabinet yakni kabinet yang terdiri dari semua pakar yang berpengalaman dalam bidangnya. Dibentuk sebab Kegagalan konstituante dalam merangkai Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan dominasi antara partai politik, Dipimpin Oleh Ir. Juanda.

Program :

Programnya dinamakan Panca Karya sampai-sampai sering pun disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yakni :

  • Membentuk Dewan Nasional
  • Normalisasi suasana Republik Indonesia
  • Melancarkan pengamalan Pembatalan KMB
  • Perjuangan pengembalian Irian Jaya
  • Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan

Semua itu dilaksanakan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta finansial yang paling buruk.

Hasil :

  • Mengatur pulang batas perairan nasional Indonesia melewati Deklarasi Djuanda, yang menata mengenai laut terpencil dan laut teritorial. Melalui pernyataan ini mengindikasikan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan adalahsatu kesatuan yang utuh dan bulat.
  • Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan mengalirkan pertumbuhan kekuatan yang terdapat dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk mendirikan sistem demokrasi terpimpin.
  • Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) guna meredakan pergolakan di sekian banyak daerah. Musyawarah ini membicarakan masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian distrik RI.
  • Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk menanggulangi masalah krisis domestik tetapi tidak sukses dengan baik.

Masalah yang di hadapi :

  1. Kegagalan Menghadapi pergolakan di wilayah sebab pergolakan di wilayah semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan hubungan pusat dan wilayah menjadi terhambat. Munculnya penentangan seperti PRRI/Permesta.
  2. Keadaan ekonomi dan finansial yang semakin buruk sampai-sampai program pemerintah susah dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal menjangkau puncaknya.
  3. Terjadi pereistiwa Cikini, yakni peristiwa eksperimen pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini ketika sedang menghadir pesta sekolah lokasi putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menybabkan suasana negara semakin memburuk sebab mengancam kesatuan negara.

Berakhirnya dominasi kabinet :

Berakhir ketika presiden Sukarno menerbitkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yakni Demokrasi Terpimpin.


Ciri-ciri Demokrasi Liberal

Adapun ciri-ciri Demokrasi Liberal yakni :

  • Kedudukan badan legislatif lebih tinggi daripada badan eksekutif.
  • Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri.
  • Perdana Menteri dan menteri-menteri dalam kabinet ditinggikan dan di berhentikan oleh parlemen.
  • Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
  • Demokrasi liberal tidak jarang disebut sebagai demokrasi parlementer.
  • Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam dan insan dapat terkontrol.
  • Kekuasaan eksekutif diberi batas secara konstitusional.
  • Kekuasaan eksekutif diberi batas oleh ketentuan perundangan.
  • Kelompok minoritas (agama,etnis) boleh berusaha untuk memperjuangkan dirinya.

Perkembangan Demokrasi Liberal di Indonesia

Sekularisme sebagai akar liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia melewati proses penjajahan, terutama oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara sekular sudah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang mengaku bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, dengan kata lain tidak memihak di antara agama atau mencampuri hal agama.

Prinsip sekular dapat dicari pula dari rekomendasi Snouck Hurgronje untuk pemerintah kolonial untuk mengerjakan Islam Politiek, yaitu kepandaian pemerintah kolonial dalam menangani masalah Islam di Indonesia. Kebijakan ini menindas Islam sebagai ekspresi politik. Inti Islam Politiek ialah :

  • Dalam bidang ibadah murni, pemerintah hendaknya memberi kebebasan, sepanjang tidak mengganggu dominasi pemerintah Belanda;
  • Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah hendaknya memanfaatkan adat kelaziman masyarakat supaya rakyat mendekati Belanda;
  • Dalam dunia politik atau kenegaraan, pemerintah mesti menangkal setiap upaya yang akan membawa rakyat pada fanatisme dan gagasan Pan Islam.

Politik Etis yang dijalankan penjajah Belanda di mula abad XX semakin menancapkan liberalisme di Indonesia. Salah satu format kebijakan tersebut disebut unifikasi, yakni upaya mengikat negeri jajahan dengan penjajahnya dengan mengucapkan kebudayaan Barat untuk orang Indonesia.

Pendidikan, sebagaimana dianjurkan Snouck Hurgronje, menjadi teknik manjur dalam proses unifikasi supaya orang Indonesia dan penjajah mempunyai keserupaan persepsi dalam aspek sosial dan politik, walau pun terdapat perbedaan agama. (Noer, 1991:183).

Proklamasi kebebasan Indonesia tahun 1945 seharusnya menjadi momentum guna menghapus penjajahan secara total, termasuk menarik keluar pemikiran sekular-liberal yang ditanamkan penjajah. Tetapi ini tidak terjadi, revolusi kebebasan Indonesia hanyalah mengubah rezim penguasa, bukan mengubah sistem atau ideologi penjajah.

Pemerintahan memang berganti, namun ideologi tetap sekular. Revolusi ini tak ubahnya laksana Revolusi Amerika tahun 1776, saat Amerika memproklamirkan kemerdekaannya dari kolonialisasi Inggris. Amerika yang semula dijajah kemudian merdeka secara politik dari Inggris, walau sesungguhnya Amerika dan Inggris sama-sama sekular.

Ketersesatan sejarah Indonesia tersebut terjadi sebab saat menjelang proklamasi (seperti dalam sidang BPUPKI), kumpulan sekular dengan tokohnya Soekarno, Hatta, Ahmad Soebarjo, dan M. Yamin sudah memenangkan persaingan politik melawan kumpulan Islam dengan tokohnya Abdul Kahar Muzakkar, H. Agus Salim, Abdul Wahid Hasyim, dan Abikoesno Tjokrosoejoso. (Anshari, 1997:42). Jadilah Indonesia sebagai negara sekular.

Karena telah sekular, bisa dimengerti kenapa berbagai format pemikiran liberal paling potensial guna dapat tumbuh subur di Indonesia, baik liberalisme di bidang politik, ekonomi, atau juga agama. Dalam bidang ekonomi, liberalisme ini mewujud dalam format sistem kapitalisme (economic liberalism), yaitu suatu organisasi ekonomi yang bercirikan adanya kepemilikan individu (private ownership), perekonomian pasar (market economy), kompetisi (competition), dan motif menggali untung (profit). (Ebenstein & Fogelman, 1994:148).

Dalam bidang politik, liberalisme ini nampak dalam sistem demokrasi liberal yang meniscayakan pemisahan agama dari negara sebagai titik tolak pandangannya dan tidak jarang kali mengagungkan kemerdekaan individu. (Audi, 2002:47). Dalam bidang agama, liberalisme mewujud dalam modernisme (paham pembaruan), yakni pandangan bahwa doktrin agama mesti ditundukkan di bawah nilai-nilai kemajuan Barat.

Pada perkembangannya, system demokrasi liberal (Parlementer) memang tidak sedikit menuai problem, di samping gangguan keamanan, kendala juga dirasakan oleh Pemerintah dalam sejumlah bidang. Sehingga pada akhir Demokrasi Liberal terasa terjadi kemunduran. Kesulitan-kesulitan itu antara beda dalam bidang:


1. Politik

Politik sebagai Panglima adalah semboyan partai-partai pada umumnya, sampai-sampai berlomba-lombalah semua partai politik guna memperebutkan posisi panglima ini. Lembaga laksana DPR dan Konstituante hasil PEMILU adalahforum utama politik, sehingga permasalahan ekonomi tidak cukup mendapat perhatian.

Pemilihan umum adalah salah satu program sejumlah kabinet, tetapi sebab umur kabinet pada lazimnya singkat program tersebut sulit dilakukan. Setelah Peristiwa 17 Oktober 1952, pemerintah berjuang keras guna melaksanakannya. Dalam keadaan liberal, PEMILU dibuntuti oleh puluha partai, organisasi maupun perorangan. Anggota ABRI juga ikut serta sebagai pemilih.

Pada tanggal 15 Desember 1955 pemilihan dilakukan dengan tenang dan tertib. Ada empat partai yang memenangkan Pemilu, yakni Masyumi, PNI, Nahdatul Ulama, dan PKI. Namun pada prakteknya, kedua lembaga (DPR dan Konstituante) tidak menyerahkan hasil laksana yang diharapkan. DPR tetap sebagai lokasi perebutan pengaruh dan kursi pemerintahan, sementara konstituante sesudah lebih dari dua tahun belum pun dapat menghasilkan UUD baru guna menggantikan UUDS.

Politik Luar Negeri Indonesia semakin mantap sesudah diterima sebagai anggota PBB ke-60 (27 Desember 1950). Cara-cara damai yang dilaksanakan pemerintah Indonesia terhadap Pemerintah Belanda mengenai Irian Jaya ( Papua ) tidak mendapat penyelesaian yang memuaskan, laksana telah tertera dalam persetujuan KMB, sampai-sampai secara sepihak Pemerintah Indonesia mengurungkan perjanjian itu dengan UU No. 13 Tahun 1956.

Sumbangan positif Indonesia dalam dunia Internasional ialah dikirimkannya tentara Indonesia dalam United Nations Amergency Forces (UNEF) untuk mengawal perdamaian di Timur Tengah. Pasukan ini diberi nama Garuda I dan diberangkatkan Januari 1957.


2. Ekonomi

Untuk menyehatkan perekonomian, dilaksanakan penyehatan finansial dengan menyelenggarakan sanering yang dikenal dengan Gunting Syafrudin (19 Maret 1950). Uang Rp. 5,00 ke atas ditetapkan hanya bernilai setengahnya, sementara setengahnya lagi adalahobligasi. Bari tindakan itu Pemerintah dapat unik peredaran uang sejumlah Rp. 1,5 milyar untuk mengurangi inflasi.

Pemerintah pun mengeluarkan ketentuan tentang Bukti Eksport (BE) guna mengimbangi import. Eksportir yang sudah mengeksport lantas memperoleh BE yang bisa diperjualbelikan. Harga BE meningkat, sampai-sampai pemerintah membatasinya hingga 32,5%. Karena ternyats BE tidak sukses meningkatkan perekonomian, akhirnya ketentuan tersebut dihapuskan (1959).

Pemerintah lantas membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang bertugas merangkai rencana pembangunan Nasional untuk menjangkau masyarakat yang adil dan makmur (1959). Tetapi penambahan belum pun terjadi, sebab labilnya politik dan inflasi yang mengganas. Pemerintah juga ingin bersikap konsumtif. Jaminan emas menurun , sampai-sampai rupiah merosot.


3. Sosial

Partai Politik menggalakkan masyarakat dengan menyusun organisasi massa (ormas), terutama dalam menghadapi Pemilu tahun 1955. Keadaan sosial-ekonomi yang makin merosot menguntungkan partai-partai kiri yang tidak duduk dalam pemerintahan sebab dapat menguasai massa. PKI kian berkembang, dalam Pemilu tahun 1955 bisa adalah salah satu dari empat besar dan kegiatannya dinaikkan yang mengarah pada perebutan dominasi (1965).


4. Budaya

Meskipun tidak sedikit kesulitan yang dihadapi, Pemerintah dianggap sukses dalam bidang kebiasaan ini. Untuk memadai tenaga terdidik dari perguruan tinggi, Pemerintah membuka tidak sedikit universitas yang disebarkan di daerah.

Prestasi lain ialah dalam bidang olah raga. Dalam perebutan Piala Thomas (Thomas Cup) Indonesia yang baru kesatu kali mengekor kejuaraan ini berhasilmemperoleh piala itu (Juni 1958). Selain tersebut juga Indonesia sukses menyelenggarakan Konfrensi Asia-Afrika dengan sukses.

Karena distrik Indonesia berupa kepualauan, maka Pemerintah mengolah peraturan dari pemerintah kolonial Belanda, yakni Peraturan Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim Tahun 1939, yang melafalkan wilayah teritorial Hindia-Belanda dihitung tiga mil laut diukur dari garis rendah pulau-pulau dan unsur pulau yang adalahwilayah daratannya. Peraturan ini dinilai paling merugikan bangsa Indonesia.

Karena tersebut Pemerintah Indonesia menerbitkan Deklarasi 13 Desember 1957 yang pun disebut sebagai Deklarasi Juanda mengenai Wilayah Perairan Indonesia. Indonesia pun membuat ketentuan tentang landas kontinen, yaitu ketentuan tentang batas distrik perairan yang boleh dipungut kekayaannya.

Peraturan ini tertuang dalam Pengumuman Pemerintah mengenai Landas Kontinen tanggal 17 Februari 1969. Pemerintah Indonesia menyelenggarakan perjanjian dengan negara-negara tetangga mengenai batas-batas Landas Kontinen supaya kelak tidak terjadi kesalah pahaman.


Keadaan Ekonomi Indonesia Masa Liberal

Meskipun Indonesia sudah merdeka namun Kondisi Ekonomi Indonesia masih paling buruk. Upaya untuk mengolah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang cocok dengan jiwa bangsa Indonesia berlangsung tersendat-sendat.


Faktor yang menyebabkan suasana ekonomi tersendat ialah sebagai berikut.

  1. Setelah pernyataan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan finansial seperti yang telah diputuskan dalam KMB. Beban itu berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang domestik sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
  2. Defisit yang mesti ditanggung oleh Pemerintah pada waktu tersebut sebesar 5,1 Miliar.
  3. Indonesia melulu mengandalkan satu jenis ekspor khususnya hasil bumi yakni pertanian dan perkebunan sehingga bilamana permintaan ekspor dari sektor tersebut berkurang bakal memukul perekonomian Indonesia.
  4. Politik finansial Pemerintah Indonesia tidak dibikin di Indonesia tetapi dirancang oleh Belanda.
  5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang lumayan untuk mengolah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
  6. Belum mempunyai pengalaman untuk mengatur ekonomi secara baik, belum mempunyai tenaga berpengalaman dan duit yang diperlukan secara memadai.
  7. Situasi keamanan domestik yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya penentangan dan gerakan sparatisisme di sekian banyak daerah di distrik Indonesia.
  8. Tidak stabilnya kondisi politik domestik mengakibatkan pengeluaran pemerintah guna operasi-operasi ketenteraman semakin meningkat.
  9. Kabinet terlalu tidak jarang berganti menyebabakan program-program kabinet yang sudah direncanakan tidak bisa dilaksanakan, sedangkan program baru mulai dirancang.
  10. Angka perkembangan jumlah warga yang besar.

Masalah jangka pendek yang mesti dihadapi pemerintah ialah :

  • Mengurangi jumlah dana yang beredar
  • Mengatasi Kenaikan ongkos hidup

Sementara masalah jangka panjang yang mesti dihadapi ialah :

Pertambahan warga dan tingkat kesejahteraan warga yang rendah.


Kebijakan Pemerintah guna Mengatasi Masalah Ekonomi Masa Liberal

Kehidupan ekonomi Indonesia sampai tahun 1959 belum sukses dengan baik dan kendala yang menghadangnya lumayan berat. Upaya pemerintah guna memperbaiki situasi ekonomi ialah sebagai berikut:


1. Gunting syfruddin

Kebijakan ini ialah Pemotongan nilai duit (sanering). Caranya mencukur semua dana yang bernilai Rp. 2,50 ke atas sampai nilainya bermukim setengahnya.Kebijakan ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 1950 menurut SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950.

Tujuannya untuk mengatasi defisit perkiraan sebesar Rp. 5,1 Miliar. Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan sebab yang mempunyai uang Rp. 2,50 ke atas melulu orang-orang ruang belajar menengah dan ruang belajar atas. Dengan kepandaian ini dapat meminimalisir jumlah dana yang beredar dan pemerintah mendapat keyakinan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.


2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng

Sistem ekonomi Gerakan Benteng adalah usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengolah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilaksanakan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengolah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya :

  • Menumbuhkan ruang belajar pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
  • Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah butuh diberi peluang untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
  • Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dituntun dan diberikan pertolongan kredit.
  • Para pengusaha pribumi diinginkan secara bertahap bakal berkembang menjadi maju.

Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dibuka pada April 1950. Hasilnya sekitar 3 tahun (1950-1953) lebih tidak cukup 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima pertolongan kredit dari program ini. Tetapi destinasi program ini tidak dapat terjangkau dengan baik meskipun beban finansial pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini diakibatkan karena :

  • Para pengusaha asli tidak dapat berlomba dengan pengusaha non asli dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
  • Para pengusaha asli mempunyai mentalitas yang ingin konsumtif.
  • Para pengusaha asli sangat tergantung pada pemerintah.
  • Para pengusaha tidak cukup mandiri guna mengembangkan usahanya.
  • Para pengusaha hendak cepat mendapatkan deviden besar dan menikmati teknik hidup mewah.
  • Para pengusaha menyalahgunakan kepandaian dengan menggali keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.

Dampaknya program ini menjadi di antara sumber defisit keuangan. Beban defisit perkiraan Belanja pada 1952 sejumlah 3 Miliar rupiah diperbanyak sisa defisit perkiraan tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri finansial Jusuf Wibisono memberikan pertolongan kredit terutama pada pengusaha dan saudagar nasional dari kelompok ekonomi lemah sampai-sampai masih terdapat semua pengusaha asli sebagai produsen yang bisa menghemat devisa dengan meminimalisir volume impor.


3. Nasionalisasi De Javasche Bank

Seiring bertambahnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia mengerjakan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat ketentuan bahwa tentang pemberian kredi tharus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kepandaian ekonomi dan moneter.

Tujuannya ialah untuk mendongkrak pendapatan dan menurunkan ongkos ekspor, serta mengerjakan penghematan secara drastis.

Perubahan tentang nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diberitahukan pada tanggal 15 Desember 1951 menurut Undang-undang No. 24 tahun 1951.


4. Sistem ekonomi Ali Baba

Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini merupakan:

  • Untuk memajukan pengusaha pribumi.
  • Agar semua pengusaha asli Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
  • Pertumbuhan dan pertumbuhan pengusaha swasta nasional asli dalam rangka membongkar ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
  • Memajukan ekonomi Indonesia butuh adanya kerjasama antara pengusaha asli dan non pribumi.

Ali dicerminkan sebagai pengusaha asli sedangkan Baba dicerminkan sebagai pengusaha non pribumi terutama Cina.

Pelaksanaan kepandaian Ali-Baba:

  • Pengusaha pribumi diharuskan untuk menyerahkan latihan-latihan dan tanggung jawab untuk tenaga-tenaga bangsa Indonesia supaya dapat menempati jabatan-jabatan staf.
  • Pemerintah meluangkan kredit dan lisensi untuk usaha-usaha swasta nasional
  • Pemerintah menyerahkan perlindungan supaya mampu berlomba dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada.

Program ini tidak bisa berjalan dengan baik sebab:

  • Pengusaha pribumi tidak cukup pengalaman sehingga melulu dijadikan alat guna mendapatkan pertolongan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non asli lebih kawakan dalam memperoleh pertolongan kredit.
  • Indonesia merealisasikan sistem Liberal sampai-sampai lebih mengkhususkan persaingan bebas.
  • Pengusaha asli belum sanggup berlomba dalam pasar bebas.

5. Persaingan Finansial Ekonomi (FINEK)

Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim utusan ke Jenewa untuk membicarakan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dijangkau kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang mengandung :

  • Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
  • Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
  • Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, jangan diikat oleh perjanjian beda antara kedua belah pihak.

Hasilnya pemerintah Belanda tidak inginkan menandatangani, sampai-sampai Indonesia mengambil tahapan secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin Harahap mengerjakan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.

Tujuannya untuk mencungkil diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, kesudahannya Presiden Sukarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB.

Dampaknya Banyak pengusaha Belanda yang memasarkan perusahaannya, sementara pengusaha asli belum dapat mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.


6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)

Masa kerja kabinet pada masa liberal yang paling singkat dan program yang silih berganti memunculkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang mengakibatkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pengamalan pembangunan.

Program yang dilakukan umumnya adalahprogram jangka pendek, namun pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan menyusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang dinamakan Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diusung sebagai menteri perancang nasional.

Biro ini sukses menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilakukan antara tahun 1956-1961 dan diamini DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diolah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diduga 12,5 miliar rupiah.

RPLT tidak bisa berjalan dengan baik diakibatkan karena :

  • Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan mula tahun 1958 menyebabkan ekspor dan penghasilan negara merosot.
  • Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan mengerjakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia memunculkan gejolak ekonomi.
  • Adanya ketegangan antara pusat dan wilayah sehingga tidak sedikit daerah yang melaksanakan kepandaian ekonominya masing-masing.

7. Musyawarah Nasional Pembangunan

Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah itu untuk sedangkan waktu dapat terselesaikan dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diselenggarakan Munap ialah untuk mengolah rencana pembangunan supaya dapat didapatkan rencana pembangunan yang lengkap untuk jangka panjang.

Tetapi tetap saja rencana pembangunan itu tidak dapat dilakukan dengan baik sebab :

  • Adanya kendala dalam menilai skala prioritas.
  • Terjadi ketegangan politik yang mustahil diredakan.
  • Timbul penentangan PRRI/Permesta.
  • Membutuhkan ongkos besar guna menumpas penentangan PRRI/ Permesta sehingga menambah defisit Indonesia.
  • Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda mencantol masalah Irian Barat menjangkau konfrontasi bersenjata.

Demikian Pembahasan Tentang 7 Kebijakan Pemerintah untuk Mengatasi Masalah Ekonomi Masa Liberal dari Pendidikanmu

Semoga Bermanfaat Bagi Para Pembaca :)

Berita Artikel Lainnya:

/* */